Alpan bersama temanya pulang sekolah |
Menengok Pendidikan Anak Desa Tengah Hutan Bojonegoro (Desa Bobol,
Kec.Sekar).
Satu yang ku kenal dari tiga adik ini, “ Alpan ” paling
kiri sendiri, ketika waktu jam 11 siang saat mereka bersama-sama pulang menuju
rumah masing-masing. Dengan kaki tak beralas sepatu dan terik matahari yang
menyengat di siang itu, tepat dipertigaan jalan, kami menghampirinya. Nampak
kemudian teman-temanya yang kocar-kacir melewati jalan itu. Tanpa sepatu,
seragam dan tas yang di pakainya merupakan hal yang sudah biasa bagi mereka.
Namun tidak buatku.
Pemandangan seperti ini memang sudah
biasa sekolah tanpa sepatu, tas seadanya walaupun kompang kamping, hujan atau
tidak mereka tetap sekolah dan para guru menerima dengan apa adanya, padahal
sudah tahun “2013”. Mau bagaimana lagi jika budaya itu terus diwariskan
tanpa ada pembaharuan yang lebih baik buat mereka, terdapat beberapa hal yang
membuat budaya itu tetap bertahan tanpa pembaharuan dan yang paling utama “pola
pikir masyarakat yang rendah akan pendidikan yang memanusiakan diri mereka
sendiri”, dan jika kita renungkan sangat panjang sekali, namun kami
akan mencoba menguraikanya sedikit tentang kondisi anak desa tengah hutan ini :
1.
Budaya
Kejawen, Abangan dan santri,
merupakan sebuah 3 kategori kelompok yang tak dapat dipisahkan dari desa bobol
yang mayoritas islam ini seperti konsepnya “trikotomi clerforget”. Dalam setiap
golongan mempunyai peran besar sebagai penentu karakter desa, karena Relasi
Kuasanya , jika pengaruh besar masyarakat tersebut kejawen maka identitas
masyarakat berbau mistis, seperti kepercayaan mereka tentang beberapa mitos
jawa, nilai-nilainya pun sangat tinggi, namun pandangan mereka akan pendidikan
pun juga sangat rendah, karena mereka hanya belajar dari pendidikan penghidupan
sehari-hari dan mereka percaya akan adanya hari keberuntungan dan hari celaka.
Kegiatan Tahlil 7 Malam, disertai dengan benda di depan itu |
Di desa Bobol, kebanyakan masyarakat
masuk dalam kategori kejawen, banyak dukun di daerah tersebut, dalam
pandanganya masyarakat orang yang mulia dan mempunyai ilmu yang tinggi adalah
Dukun. Maka tidak heran banyak masyarakat tunduk terhadap apa yang dikatakan
dukun. Sedang untuk golongan santri yang merupakan kelompok untuk bermasyarakat
sesuai dengan syariat islam, masih dalam proses perkembangan. Perkembangan
untuk menerapkan kehidupan yang islami dalam hati masyarakat melalui
kegiatan-kegiatan keagamaan yang telah dibentuk yang sesuai dengan nilai-nilai
masyarakat kejawen dan beberapa kegiatan TPQ yang tersebar di beberapa bagian
blok, walaupun dengan sistem pembelajaran yang sangat rendah
zaky @teman KKN diobati dgn tenaga dalam |
Terdapat beberapa kegiatan pemuda
melalui kelompok-kelompok perguruan pencak silat seperti Setia Hati, Setia
Hati, Ikatan Kera Sakti dan banyak yang lainya. Dalam kegiatan pencak silat ini
terdapat suatu acara memasukkanya mahluk ghaib dalam tubuh pendekar,
para pendekar ini pun mempunyai kekuatan tenaga dalam untuk bertarung dan
mengobati teman. Tapi tak habis fikir jika terjadi konflik antar perguruan
pencak silat “Sangat Ngeri” ( mengapa tidak dengan kegiatan lainya saja yang
membangun, seperti Karang Taruna Remaja yang dapat membentuk karakter pemimpin
jiwa remaja melalui kegiatan seperti pendidikan Wirausaha bagi para remaja,
Remaja Masjid agar mengerti tentang Manajemen Bagi kegiatan keagamaan untuk
masyarakat, atau membentuk Remaja Pecinta Hutan demi menjaga hutan mereka dan
bagaimana caranya memafaatkan hutan tanpa harus meruasaknya melalui kerja sama
dengan LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan), atau membentuk Kelompok Remaja
Perrtanian melalui kerja sama dengan Dinas Pertanian agar mereka mengerti
tentang cara bercocok tanam dan bagaimana cara memanfaatnya supaya tidak
terjerat oleh politik tengkulak merambah desa) mengapa ya tak habis fikir
dengan khayalan itu. Bukan denga kegiatan karaokean yang melanda masyarakat di
situ.
2.
Pendidikan
Dalam pendidikan mayoritas
masyarakat SMP dan SMA, namun perkembangan pendidikan mereka ini digunakan
untuk merantau ke daerah orang lain seperti menjadi TKW, merantau ke kota-kota
besar lainya seperti Surabaya, Jakarta, Malang, Blitar dan lainya guna untuk
bekerja sebagai kuli bangunan, usaha warung kopi, menjadi karyawan instansi
atau pabrik atau menjadi pembantu. Sebuah terobosan nansib yang tidak terarah
bagaimana cara mereka mengembangkan ilmu pengetahuan mereka agar mereka dapat
menjadi masyarakat yang mandiri seperti beberapa komentar kami dalam paragraph
bercetak miring. Entah mengapa hal ini terus terjadi secara turun temurun walau
mungkin terdapat perkembangan yang sangat lambat sekali, mungkinkah ini karena
sistem pendidikan berkelanjutan masyarakat yang Rendah, ataukah karena pengaruh
dari beberapa kelompok dari golongan kejawen, abangan dan santri. Semoga
terdapat perombakan baru terhadap desa yang tertinggal khususnya desa bobol
ini.
3.
Ekonomi
warga mencari Recek di hutan |
Perekonomian masyarakat di desa
bobol ini rata-rata sebagai petani dan petani hutan (mbaon) seperti yang
masyarakat katakan, banyak pula dari para pemuda menjadi TKW atau merantau
kedaerah lain yang jauh (guna menambah pengalaman), padahal saat dia datang
beberapa waktu dia kembali pada perekonomian yang semula. Mbaon atau berladang
dihutan merupakan pekerjaan warga sehari-hari seperti menanam jagung, menanam
tembakau, menanam kaspe (singkong) dalam setiap tahunnya sesuai dengan
kalender musimnya. Namun yang menjadi miris bagi saya sistem pertanian dan
perdaganganya terdapat unsure monopoli antara mereka golongan orang bermodal
yang punya truck dan yang mempunyai gudang, Dengan sistem akad yang berbeda
yang dirasa kurang berpihak untuk menguntungkan yang tidak punya,
Miris rasanya aku melihat. Sistem
monopoli ini terjadi pada beberapa sumber penghasilan seperti padi, Kaspe,
tembakau dan jagung. Walaupun ada upaya-upaya dari dinas pendidikan yang kurang
efisien dan kerja kelompok tani yang kurang berperan melindungi kelompoknya
dari sistem monopoli ini. Relasi Kuasa dari sistem monopoli ini telah membudaya
sampai-sampai ada pepatah dari petani desa bobol ini “Buka Lobang, Tutup
Lobang”. Sungguh kasihan melihatnya, mau bersandar kepada siapa lagi kalau
sudah begitu, lembaga kelompok tani yang kurang kuat menjaga anggotanya agar keluar
dan mandiri dari sistem itu.
Terdapat pula tuduhan bagi Mbaon
(petani penggarap lahan hutan) merupakan biang keladi kalau hutan gundul,
padahal yang membabi buta adalah para orang serakah yang membawah segerombolan
orang untuk memotong pohon secara liar guna kayunya di pasok perusahaan untuk
di jual guna kebutuhanya sendiri tanpa melihat dampak yang ditimbulkanya.
Memang ada dari masyarakat yang ikut memotong secara liar, namun mereka hanya
jadi buruh tidak mengerti apa-apa, yang menjadi tujuanya Cuma bagaimana
menghidupi keluarga dari bekerja pada orang lain, mengingat didaerah tersebut
jauh sekali dari lapangan pekerjaan guna mencari nafkah. Jadi “Yang Salah
Mereka Apa Orang Yang Serakah Apa Mereka Orang Yang Tahu dan Kuasa Tapi Tidak
Mau Membantunya”.
4.
Inovasi
![]() |
Musyawarah dengan PIK-R |
Inovasi atau pembaharuan-pembaharuan
positif sangat di perlukan @kata iwan fals Bongkar kebiasaan lama, memang
sangat diperlukan dengan berbagai cara dan suatu tindakan yang harus rajin di
lakukan guna perkembangan desa baik dalam segi SDA maupun SDM-nya. Sangat perlu
dilakukan seperti perlunya mengetahui bagaimana mengelolah tanaman agar mereka
memperoleh hasil yang besar, bagaimana membangun manajemen kelompok tani agar warga
tidak terperangkap dalam jeratan utang modal yang berujung pada sistem monopoli
kapitalistik, bagaimana membentuk karakter pemuda yang dapat diandalkan,
bagaimana membangun wirausaha dalam berbagai kalangan baik pemuda atau orang
tu.
Banyak sekali yang tidak dapat kami
ucapkan karena hal itu sesuai dengan apa yang mereka impikan, yang terpenting
adalah bagaimana hal itu sesuai dengan asset serta pembangunan yang
berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar