Minggu, 10 November 2013

Menengok Pendidikan Anak Desa Hutan



Alpan bersama temanya pulang sekolah
Menengok Pendidikan Anak Desa Tengah Hutan Bojonegoro (Desa Bobol, Kec.Sekar).
Satu yang ku kenal dari tiga adik ini, “ Alpan ” paling kiri sendiri, ketika waktu jam 11 siang saat mereka bersama-sama pulang menuju rumah masing-masing. Dengan kaki tak beralas sepatu dan terik matahari yang menyengat di siang itu, tepat dipertigaan jalan, kami menghampirinya. Nampak kemudian teman-temanya yang kocar-kacir melewati jalan itu. Tanpa sepatu, seragam dan tas yang di pakainya merupakan hal yang sudah biasa bagi mereka. Namun tidak buatku.
Pemandangan seperti ini memang sudah biasa sekolah tanpa sepatu, tas seadanya walaupun kompang kamping, hujan atau tidak mereka tetap sekolah dan para guru menerima dengan apa adanya, padahal sudah tahun “2013”. Mau bagaimana lagi jika budaya itu terus diwariskan tanpa ada pembaharuan yang lebih baik buat mereka, terdapat beberapa hal yang membuat budaya itu tetap bertahan tanpa pembaharuan dan yang paling utama “pola pikir masyarakat yang rendah akan pendidikan yang memanusiakan diri mereka sendiri”, dan jika kita renungkan sangat panjang sekali, namun kami akan mencoba menguraikanya sedikit tentang kondisi anak desa tengah hutan ini :
1.      Budaya
Kejawen, Abangan dan santri, merupakan sebuah 3 kategori kelompok yang tak dapat dipisahkan dari desa bobol yang mayoritas islam ini seperti konsepnya “trikotomi clerforget”. Dalam setiap golongan mempunyai peran besar sebagai penentu karakter desa, karena Relasi Kuasanya , jika pengaruh besar masyarakat tersebut kejawen maka identitas masyarakat berbau mistis, seperti kepercayaan mereka tentang beberapa mitos jawa, nilai-nilainya pun sangat tinggi, namun pandangan mereka akan pendidikan pun juga sangat rendah, karena mereka hanya belajar dari pendidikan penghidupan sehari-hari dan mereka percaya akan adanya hari keberuntungan dan hari celaka.
Kegiatan Tahlil 7 Malam, disertai dengan benda di depan itu
Di desa Bobol, kebanyakan masyarakat masuk dalam kategori kejawen, banyak dukun di daerah tersebut, dalam pandanganya masyarakat orang yang mulia dan mempunyai ilmu yang tinggi adalah Dukun. Maka tidak heran banyak masyarakat tunduk terhadap apa yang dikatakan dukun. Sedang untuk golongan santri yang merupakan kelompok untuk bermasyarakat sesuai dengan syariat islam, masih dalam proses perkembangan. Perkembangan untuk menerapkan kehidupan yang islami dalam hati masyarakat melalui kegiatan-kegiatan keagamaan yang telah dibentuk yang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat kejawen dan beberapa kegiatan TPQ yang tersebar di beberapa bagian blok, walaupun dengan sistem pembelajaran yang sangat rendah
zaky @teman KKN diobati dgn tenaga dalam
Terdapat beberapa kegiatan pemuda melalui kelompok-kelompok perguruan pencak silat seperti Setia Hati, Setia Hati, Ikatan Kera Sakti dan banyak yang lainya. Dalam kegiatan pencak silat ini terdapat suatu acara memasukkanya mahluk ghaib dalam tubuh pendekar, para pendekar ini pun mempunyai kekuatan tenaga dalam untuk bertarung dan mengobati teman. Tapi tak habis fikir jika terjadi konflik antar perguruan pencak silat “Sangat Ngeri” ( mengapa tidak dengan kegiatan lainya saja yang membangun, seperti Karang Taruna Remaja yang dapat membentuk karakter pemimpin jiwa remaja melalui kegiatan seperti pendidikan Wirausaha bagi para remaja, Remaja Masjid agar mengerti tentang Manajemen Bagi kegiatan keagamaan untuk masyarakat, atau membentuk Remaja Pecinta Hutan demi menjaga hutan mereka dan bagaimana caranya memafaatkan hutan tanpa harus meruasaknya melalui kerja sama dengan LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan), atau membentuk Kelompok Remaja Perrtanian melalui kerja sama dengan Dinas Pertanian agar mereka mengerti tentang cara bercocok tanam dan bagaimana cara memanfaatnya supaya tidak terjerat oleh politik tengkulak merambah desa) mengapa ya tak habis fikir dengan khayalan itu. Bukan denga kegiatan karaokean yang melanda masyarakat di situ.
2.      Pendidikan
Dalam pendidikan mayoritas masyarakat SMP dan SMA, namun perkembangan pendidikan mereka ini digunakan untuk merantau ke daerah orang lain seperti menjadi TKW, merantau ke kota-kota besar lainya seperti Surabaya, Jakarta, Malang, Blitar dan lainya guna untuk bekerja sebagai kuli bangunan, usaha warung kopi, menjadi karyawan instansi atau pabrik atau menjadi pembantu. Sebuah terobosan nansib yang tidak terarah bagaimana cara mereka mengembangkan ilmu pengetahuan mereka agar mereka dapat menjadi masyarakat yang mandiri seperti beberapa komentar kami dalam paragraph bercetak miring. Entah mengapa hal ini terus terjadi secara turun temurun walau mungkin terdapat perkembangan yang sangat lambat sekali, mungkinkah ini karena sistem pendidikan berkelanjutan masyarakat yang Rendah, ataukah karena pengaruh dari beberapa kelompok dari golongan kejawen, abangan dan santri. Semoga terdapat perombakan baru terhadap desa yang tertinggal khususnya desa bobol ini.
3.      Ekonomi
warga mencari Recek di hutan
Perekonomian masyarakat di desa bobol ini rata-rata sebagai petani dan petani hutan (mbaon) seperti yang masyarakat katakan, banyak pula dari para pemuda menjadi TKW atau merantau kedaerah lain yang jauh (guna menambah pengalaman), padahal saat dia datang beberapa waktu dia kembali pada perekonomian yang semula. Mbaon atau berladang dihutan merupakan pekerjaan warga sehari-hari seperti menanam jagung, menanam tembakau, menanam kaspe (singkong) dalam setiap tahunnya sesuai dengan kalender musimnya. Namun yang menjadi miris bagi saya sistem pertanian dan perdaganganya terdapat unsure monopoli antara mereka golongan orang bermodal yang punya truck dan yang mempunyai gudang, Dengan sistem akad yang berbeda yang dirasa kurang berpihak untuk menguntungkan yang tidak punya,
Miris rasanya aku melihat. Sistem monopoli ini terjadi pada beberapa sumber penghasilan seperti padi, Kaspe, tembakau dan jagung. Walaupun ada upaya-upaya dari dinas pendidikan yang kurang efisien dan kerja kelompok tani yang kurang berperan melindungi kelompoknya dari sistem monopoli ini. Relasi Kuasa dari sistem monopoli ini telah membudaya sampai-sampai ada pepatah dari petani desa bobol ini “Buka Lobang, Tutup Lobang”. Sungguh kasihan melihatnya, mau bersandar kepada siapa lagi kalau sudah begitu, lembaga kelompok tani yang kurang kuat menjaga anggotanya agar keluar dan mandiri dari sistem itu.
Terdapat pula tuduhan bagi Mbaon (petani penggarap lahan hutan) merupakan biang keladi kalau hutan gundul, padahal yang membabi buta adalah para orang serakah yang membawah segerombolan orang untuk memotong pohon secara liar guna kayunya di pasok perusahaan untuk di jual guna kebutuhanya sendiri tanpa melihat dampak yang ditimbulkanya. Memang ada dari masyarakat yang ikut memotong secara liar, namun mereka hanya jadi buruh tidak mengerti apa-apa, yang menjadi tujuanya Cuma bagaimana menghidupi keluarga dari bekerja pada orang lain, mengingat didaerah tersebut jauh sekali dari lapangan pekerjaan guna mencari nafkah. Jadi “Yang Salah Mereka Apa Orang Yang Serakah Apa Mereka Orang Yang Tahu dan Kuasa Tapi Tidak Mau Membantunya”.
4.      Inovasi
Musyawarah dengan PIK-R
Inovasi atau pembaharuan-pembaharuan positif sangat di perlukan @kata iwan fals Bongkar kebiasaan lama, memang sangat diperlukan dengan berbagai cara dan suatu tindakan yang harus rajin di lakukan guna perkembangan desa baik dalam segi SDA maupun SDM-nya. Sangat perlu dilakukan seperti perlunya mengetahui bagaimana mengelolah tanaman agar mereka memperoleh hasil yang besar, bagaimana membangun manajemen kelompok tani agar warga tidak terperangkap dalam jeratan utang modal yang berujung pada sistem monopoli kapitalistik, bagaimana membentuk karakter pemuda yang dapat diandalkan, bagaimana membangun wirausaha dalam berbagai kalangan baik pemuda atau orang tu.
Banyak sekali yang tidak dapat kami ucapkan karena hal itu sesuai dengan apa yang mereka impikan, yang terpenting adalah bagaimana hal itu sesuai dengan asset serta pembangunan yang berkelanjutan.

Tidak ada komentar: