|
Kami Melihatnya |
Kaki-kaki baja dengan perawakan yang begitu tangguh melewati tenda
kami, kami menyaksikanya. Pagi itu hari minggu, setelah semalam yang penuh
lelah kami bermukim dikaki Gunung Welirang kurang 1,5 KM sampai di puncak. Kami
menyaksikan kaki-kaki manusia yang tak jauh berbeda dengan kaki kami, wajah
yang tak jauh beda dengan kami, dan terlebih lagi paru-paru yang sama tak jauh
berbeda dengan kami. Namun ku akui sungguh tangguh dan hebat dengan memikul
gerobak seberat 5 kg untuk digunakan mengangkut beberapa kwintal belerang dari
samping puncak gunung welirang. Ini manusia apa superman apa robot.
Sebuah kebiasaan yang tidaklah
lumrah, kecamatan prigen kabupaten pasuruan merupakan sebuah kecamatan yang
cantik dengan pemandangan alam dan hawa yang sejuk seakan mengelus-elus
paru-paru bagi para wisatawan yang datang dari berbagai penjuru Indonesia
lebih-lebih turis yang siap melihat balapan kuda, sebagian dari masyarakat juga
menyewakan kudanya untuk hiburan berkendara kuda bagi para wisatawan, ada juga
tempat-tempat lain yang begitu alami seperti air terjun, sebut saja yang
terkenal air tejun KAKEK BODOH yang terdapat di tengah hutan yang tak jauh dari
jalan ramai, disana terdapat beberapa gerombolan kera yang siap menyapa. Begitu
pula mata pencaharian masyarakat lainya seperti bertani berbagai macam tanaman
mulai dari sayuran sampai buah-buahan, tidak ketinggalan sapi merupakan
gembalaan yang paling utama karena persediaan rumput yang masih cukup berselimut
didaerah sekitar. Terdapat pula para tukang kebun yang selalu diselimuti berbagai macam bunga yang indah, tertata
dengan rapi menjadi penyejuk bagi para pengunjung daerah tersebut.
|
Puncak dan tempat penambangan gunung welirang |
Di balik itu semua, mengapa masih
terdapat sebuah pekerjaan yang sangat berat dan menyayat hati kita semua,
seperti PSK, selubung tengkulak dan para penambang belerang di puncak Gunung
Welirang. Sebuah batu merah yang selalu ada di manapun itu tempatnya, baik itu
di gunung, di tengah hutan, di pesisir dan sampai di tengah hiruk pikuknya desa
dan kota batu merah itu kan selalu tetap ada bahkan mungkin bisa menjadi besar
dan mungkin juga bisa menjadi kecil. 6 November 2013 kami (Nasyrudin, Ulum dan
Nanang) menyaksikanya, setelah aku mendengarnya hanya dari bibir ayah temanku
Tangguh. Tanpa kaca mata, tanpa penghalang kami menyaksikanya; kaki-kaki
manusia yang tak jauh berbeda dengan kaki kami, wajah yang tak jauh beda dengan
kami, dan terlebih lagi paru-paru yang sama tak jauh berbeda dengan kami.
sungguh tangguh dan hebat dengan memikul gerobak seberat 5 kg untuk digunakan
mengangkut beberapa kwintal belerang mereka rela menyesuri kokohnya gunung
welirang dalam waktu sepanjang pagi. Tepat pukul 8 pagi kami dibisingkan dengan
suara telapak kaki para penambang ini tanpa sebuah Masker mereka terus
melangkah dalam udara yang penuh dengan debu, ku lihat apa yang mereka bawa;
sebuah kerangka gerobak lengkap dengan 2 roda sebagai kaki untuk menggelinding,
potongan ban yang menempel di belakan gerobak yang digunakan sebagai rem dan
yang sangat penting sebuah 2 botol air mineral dan sebungkus makanan
yang terikat dengan rapat di gerobak yang mereka pikul atau tarik.
Ini manusia apa superman apa robot,
mereka sangat tangguh hanya dalam waktu yang begitu singkat jam 8 pagi mereka
sudah di puncak gunung welirang padahal kami menghabiskan waktu seharian untuk
sampai kepuncak welirang, ditambah lagi dengan beban berat membawa sekitar 3
kwintal belerang naik turun sebanyak 3 kali dalam sehari ke pondok welirang,
ditemani bahan bakar air mineral dan sebungkus nasi. Bayangkan berapa gajinya
mereka, mereka rela melakukan itu semua untuk mencari rejeki dengan menghadapi
bahayanya belerang bagi paru-paru mereka, curamnya jurang yang mereka lewati
untuk menempatkan belerang pada tempatnya, dan sebuah kelelahan tiada banding
dengan perawatan tubuh mereka setiap harinya. Sampai kapan ini terus
berlangsung apakah tidak ada pekerjaan lain, apakah mereka terdepak dari
pekerjaan lainya itu. Dan terlebih lagi doaku, semoga kalian baik-baik saja wahai
para penambang . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar