Kamis, 05 Desember 2013

Sang Penambang Belerang



Kami Melihatnya
Kaki-kaki baja dengan perawakan yang begitu tangguh melewati tenda kami, kami menyaksikanya. Pagi itu hari minggu, setelah semalam yang penuh lelah kami bermukim dikaki Gunung Welirang kurang 1,5 KM sampai di puncak. Kami menyaksikan kaki-kaki manusia yang tak jauh berbeda dengan kaki kami, wajah yang tak jauh beda dengan kami, dan terlebih lagi paru-paru yang sama tak jauh berbeda dengan kami. Namun ku akui sungguh tangguh dan hebat dengan memikul gerobak seberat 5 kg untuk digunakan mengangkut beberapa kwintal belerang dari samping puncak gunung welirang. Ini manusia apa superman apa robot.
Sebuah kebiasaan yang tidaklah lumrah, kecamatan prigen kabupaten pasuruan merupakan sebuah kecamatan yang cantik dengan pemandangan alam dan hawa yang sejuk seakan mengelus-elus paru-paru bagi para wisatawan yang datang dari berbagai penjuru Indonesia lebih-lebih turis yang siap melihat balapan kuda, sebagian dari masyarakat juga menyewakan kudanya untuk hiburan berkendara kuda bagi para wisatawan, ada juga tempat-tempat lain yang begitu alami seperti air terjun, sebut saja yang terkenal air tejun KAKEK BODOH yang terdapat di tengah hutan yang tak jauh dari jalan ramai, disana terdapat beberapa gerombolan kera yang siap menyapa. Begitu pula mata pencaharian masyarakat lainya seperti bertani berbagai macam tanaman mulai dari sayuran sampai buah-buahan, tidak ketinggalan sapi merupakan gembalaan yang paling utama karena persediaan rumput yang masih cukup berselimut didaerah sekitar. Terdapat pula para tukang kebun yang selalu diselimuti  berbagai macam bunga yang indah, tertata dengan rapi menjadi penyejuk bagi para pengunjung daerah tersebut.
Puncak dan tempat penambangan gunung welirang
Di balik itu semua, mengapa masih terdapat sebuah pekerjaan yang sangat berat dan menyayat hati kita semua, seperti PSK, selubung tengkulak dan para penambang belerang di puncak Gunung Welirang. Sebuah batu merah yang selalu ada di manapun itu tempatnya, baik itu di gunung, di tengah hutan, di pesisir dan sampai di tengah hiruk pikuknya desa dan kota batu merah itu kan selalu tetap ada bahkan mungkin bisa menjadi besar dan mungkin juga bisa menjadi kecil. 6 November 2013 kami (Nasyrudin, Ulum dan Nanang) menyaksikanya, setelah aku mendengarnya hanya dari bibir ayah temanku Tangguh. Tanpa kaca mata, tanpa penghalang kami menyaksikanya; kaki-kaki manusia yang tak jauh berbeda dengan kaki kami, wajah yang tak jauh beda dengan kami, dan terlebih lagi paru-paru yang sama tak jauh berbeda dengan kami. sungguh tangguh dan hebat dengan memikul gerobak seberat 5 kg untuk digunakan mengangkut beberapa kwintal belerang mereka rela menyesuri kokohnya gunung welirang dalam waktu sepanjang pagi. Tepat pukul 8 pagi kami dibisingkan dengan suara telapak kaki para penambang ini tanpa sebuah Masker mereka terus melangkah dalam udara yang penuh dengan debu, ku lihat apa yang mereka bawa; sebuah kerangka gerobak lengkap dengan 2 roda sebagai kaki untuk menggelinding, potongan ban yang menempel di belakan gerobak yang digunakan sebagai rem dan yang sangat penting sebuah 2 botol air mineral dan sebungkus makanan yang terikat dengan rapat di gerobak yang mereka pikul atau tarik.
Ini manusia apa superman apa robot, mereka sangat tangguh hanya dalam waktu yang begitu singkat jam 8 pagi mereka sudah di puncak gunung welirang padahal kami menghabiskan waktu seharian untuk sampai kepuncak welirang, ditambah lagi dengan beban berat membawa sekitar 3 kwintal belerang naik turun sebanyak 3 kali dalam sehari ke pondok welirang, ditemani bahan bakar air mineral dan sebungkus nasi. Bayangkan berapa gajinya mereka, mereka rela melakukan itu semua untuk mencari rejeki dengan menghadapi bahayanya belerang bagi paru-paru mereka, curamnya jurang yang mereka lewati untuk menempatkan belerang pada tempatnya, dan sebuah kelelahan tiada banding dengan perawatan tubuh mereka setiap harinya. Sampai kapan ini terus berlangsung apakah tidak ada pekerjaan lain, apakah mereka terdepak dari pekerjaan lainya itu. Dan terlebih lagi doaku, semoga kalian baik-baik saja wahai para penambang . . .

Tidak ada komentar: