Selasa, 05 November 2013

Budaya Maulidan Asrokol Jowo Di Desa KedungCangkring



Maulid nabi atau  kita kenal peringatan hari kelahiran nabi Muhammad SAW merupakan momen yang sangat besar bagi umat islam. Oleh karena itu semua umat muslim didunia merayakan hari tersebut biasanya dengan membaca shalawat-shalawat dengan diiringi terbang banjari dan juga ada yang  mengadakan pengajian-pengajian hanya untuk memperingati hari kelahiran nabi tersebut, namun ada keunikan tersendiri bagi sebuah desa yang bertempat disebelah sungai porong yaitu Desa Kedungcangkring. 
Didesa kedungcangkring dalam hal memperingati maulid nabi Muhammad SAW mempunyai keunikan tersendiri, yaitu dengan membaca asrokol jowo yang dicuplik dari kitab – kitab barjanji, adapun kitab yang di baca yaitu kitab barjanji itu sendiri dan asrokol jawa dengan lagu-lagu kejawaan seperti nada-nada jawa tempo dahulu. Maulid nabi didesa ini pelaksanaanya itu jauh sebelum hari H atau tanggal hari kelahiran nabi melainkan mempunyai jarak sekitar 20  hari sebelum hari H tersebut sudah dimulai dan berlangsung sampai hari tersebut.
Seperti biasanya mereka masyarakat kedungcangkring tersebut melaksanakan maulid nabi asrokol jowo itu bukan serempak langsung semua mushallah yang ada didesa tersebut melainkan bergilir dari mushallah satu kemushallah yang lainya, mengingat didesa tersebut banyak mushallah, adapun jumlah mushallah tersebut sekitar 11 mushallah. Mengingat hal itu dalam penentuan mulainya maulid  itu di hitung berdasarkan hari jarak permushallah seperti 3 hari sekali sampai terkadang mencapai pada 9 atau 10 kali acara maulidan dalam 1 tahun tersebut selama bulan maulud, awalnya acaranya ini dimulai dari mushallah-mushallah biasa saja namun pada waktu menuju puncak yaitu menuju hari tepatnya tanggal pada malam hari itu dilaksanakan dimushallah roudlotul muta’alimin dan kesokan harinya dalanjutkan maulid asrokol jowo dimasjid “AN-NUR”, hal ini berlangsung sejak dahulu sampai sekarang.
Dalam acara maulid tersebut biasanya kalau dimushallah itu dimulai ba’da isya sekitar jam 8 malam sampai jam 12 malam dimana dihadiri oleh orang-orang desa sendiri antara golongan tua dengan golongan muda, karna pada waktu “MAHALUL QIYAM” terdapat bacaan nada shalawatan gaya asrokol jawadimana disitu dibagi menjadi 3 atau 2 biasanya dibagi menjadi 3, dimulai dari golongan tua mdndendangkan lagu kemudian di jawab oleh 2 golngan antara golongan muda dan golongan campuran apabila dalam menjawab lagu tersebut tidak lancer maka di suruh membuat lagu hal itu dilakukan terus menerus sampai kira-kira 1 jam lebih berdiri kemudian duduk dan lalu penutupan do’a, perlu diingat bahwasanya dimushallah itu sudah siap jajan atau buah-buahan yang bergantungan dan pada waktu MAHALUL QIYAM semua melompat mengambil apa yang bergelantungan, dan  tidak lepas dari itu orang-orang yang rumahnya dekat dengan mushallah bekerja sama membuat makanan atau oleh-oleh untuk dibawa pulang para jamaah tersebut.
  1. ASAL MULA BUDAYA MAULIDAN ASROKOL JOWO
Dahulu kala desa yang terkenal dengan desa santri ini terdapat kyai yang amat di segani atau juga bisa di sebut bapak dari kyai-kyai di desa tersebut. KH.Asfiya’ namanya, konon beliau merupakan orang banyumas jawa tengah, kemudian beliau pindah ke desa mindi porong sidoarjo di karenakan dia merupakan pasukan dari pangeran diponegoro, di mana saat itu pasukan  pangeran diponegoro mengalami kekalahan dari pertempuran melawan belanda. Akibat dari pertempuran tersebut yang di teruskan oleh pengejaran belanda terhadap pasukan diponegoro yang menyebar karna menyelamatkan diri.

Atas dasar tersebutlah budaya dari banyumas jawa tengah yang telah di ajarkan oleh para wali dan pangeran diponegoro di kembangkan oleh Kh.Asfiya’ dengan budaya maulidan asrokol jowo sampai sekarang ini, awal mulanya penanaman ini di mulai dari majlis ta’limnya sendiri yang menjadi pendidikan masyarakat, karna kabesaran  jiwanya dalam  membina desa dan umat maka apa yang di ajarkan kepada masyarakat di terima dengan baik dan tertanam dalam hati masyarakat seperti halnya budaya asrokol jowo yang tetap sampai saat ini.
2. CIRI-CIRI BUDAYA MAULIDAN ASROKOL JOWO 
  • Pelaksaanya di mulai jauh hari sebuelum hari H sekitar 3 mingguan.
  • Di laksanakan di mushallah secara berrgilir.
  • Saat malam hari H di laksankan di mushallah sang pendiri.
  • Pagi hari masjid desa.
  • Waktu mulai sekitar jam 8 malam sampai jam 12 lebih.
  • Bacaan yang di baca dibaiyah.
  • Ada bait-bait lagu tentang asrokol jawanya.
3. KAJIAN TEORI
Adapun teori yang kami pakai adalah teori fungsionalisme struktural, di mana dalam  teori ini lebih menekankan pada keteraturan / order, mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi laten, fumgsi manifest dan keseimbangan / equilibrium.
Masyarakat menurut teori ini merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian / elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan, perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap yang lain. Asumsi dasar adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial fungsional berkaitan terhadap yang lainya, sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur tidak ada atau hilang dengan sendirinya. Salah satu tokohnya adalah Robert K.Merton berpendapat bahwa objek analisa sosiologi adalah fakta social seperti pranata social, pola-pola institusional, proses social, organisasi kelompok, pengendalian social, dll.
 4. ANALISIS
Budaya maulidan asrokol jowo di desa ini sangat kental dan begitu menjiwai bagi masyarakatdi desa tersebut. Di mana budaya ini dalam hal pelaksanaanya sudah di lakukan jauh hari sebelum hari H atau tanggal di tetapkanya hari maulud nabi dan hal ini telah di lakukan sudah berpuluh-puluhan tahun yang lalu, berawal dari pelarian beberapa pasukan pangeran diponegoro yang mengunsi di daerah tersebut dan menjadi bapak dari ulama’ di desa tersebut.
Berawal dari kedatangan seorang pasukan yang mengunsi kedaerah tersebut yang juga merupakan seorang ulama’ dan menetap di daerah tersebut, maka secara otomatis budaya yang berasal dari daerahnya dulu yaitu banyumas di terapkan dan di kembangkan di desa ini dan menghasilkan budaya yang dapat di sebut maulidan asrokol jowo, hal inilah yang menjadi keunikan tersendiri bagi desa tersebut dan juga sebagai peringatan atau penghormatan kepada nabi dan sebagai sarana masyarakat mengingat bagaimana sosok ulam’-ulama’ yang mendahuluinya di desa tersebut yang telah membimbing desa dengan baik dan juga sebagai sarana masyarakat dalam hal berkumpul bersama mengikat rasa persatuan dan kesatuan dalam desa yang terkenal dengan desa santri tersebut.
Mengingat teori yang kami pakai adala teori fungsional structural oleh  Robert K.Merton, di mana dalam teori ini lebih menekankan pada keteraturan / order, mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi laten, fumgsi manifest dan keseimbangan / equilibrium dan beranggapan bahwa sistem sosial yang terdiri atas bagian / elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan, perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap yang lain.
Mengingat sejarah bahwa asal usul ad`nya budaya ini yang mempengarui seluruh buday tersebut adalah berawal dari datangnya pasukan dari pangeran diponegoro, di mana saat itu pasukan  pangeran diponegoro mengalami kekalahan dari pertempuran melawan belanda. Akibat dari pertempuran tersebut yang di teruskan oleh pengejaran belanda terhadap pasukan diponegoro yang menyebar karna menyelamatkan diri, adapun nama ulama’ tersebut yaitu KH.Asfiya’ bapak dari kyai-kyai di desayang terkenal dengan desa santri

Tidak ada komentar: