Maulid nabi atau kita kenal
peringatan hari kelahiran nabi Muhammad SAW merupakan momen yang sangat besar
bagi umat islam. Oleh karena itu semua umat muslim didunia merayakan hari
tersebut biasanya dengan membaca shalawat-shalawat dengan diiringi terbang
banjari dan juga ada yang mengadakan pengajian-pengajian hanya untuk
memperingati hari kelahiran nabi tersebut, namun ada keunikan tersendiri bagi
sebuah desa yang bertempat disebelah sungai porong yaitu Desa
Kedungcangkring.
Didesa kedungcangkring dalam hal memperingati maulid nabi Muhammad SAW mempunyai keunikan tersendiri, yaitu dengan membaca asrokol jowo yang dicuplik dari kitab – kitab barjanji, adapun kitab yang di baca yaitu kitab barjanji itu sendiri dan asrokol jawa dengan lagu-lagu kejawaan seperti nada-nada jawa tempo dahulu. Maulid nabi didesa ini pelaksanaanya itu jauh sebelum hari H atau tanggal hari kelahiran nabi melainkan mempunyai jarak sekitar 20 hari sebelum hari H tersebut sudah dimulai dan berlangsung sampai hari tersebut.
Seperti biasanya mereka masyarakat kedungcangkring tersebut melaksanakan maulid nabi asrokol jowo itu bukan serempak langsung semua mushallah yang ada didesa tersebut melainkan bergilir dari mushallah satu kemushallah yang lainya, mengingat didesa tersebut banyak mushallah, adapun jumlah mushallah tersebut sekitar 11 mushallah. Mengingat hal itu dalam penentuan mulainya maulid itu di hitung berdasarkan hari jarak permushallah seperti 3 hari sekali sampai terkadang mencapai pada 9 atau 10 kali acara maulidan dalam 1 tahun tersebut selama bulan maulud, awalnya acaranya ini dimulai dari mushallah-mushallah biasa saja namun pada waktu menuju puncak yaitu menuju hari tepatnya tanggal pada malam hari itu dilaksanakan dimushallah roudlotul muta’alimin dan kesokan harinya dalanjutkan maulid asrokol jowo dimasjid “AN-NUR”, hal ini berlangsung sejak dahulu sampai sekarang.
Dalam acara maulid tersebut biasanya kalau dimushallah itu dimulai ba’da isya sekitar jam 8 malam sampai jam 12 malam dimana dihadiri oleh orang-orang desa sendiri antara golongan tua dengan golongan muda, karna pada waktu “MAHALUL QIYAM” terdapat bacaan nada shalawatan gaya asrokol jawadimana disitu dibagi menjadi 3 atau 2 biasanya dibagi menjadi 3, dimulai dari golongan tua mdndendangkan lagu kemudian di jawab oleh 2 golngan antara golongan muda dan golongan campuran apabila dalam menjawab lagu tersebut tidak lancer maka di suruh membuat lagu hal itu dilakukan terus menerus sampai kira-kira 1 jam lebih berdiri kemudian duduk dan lalu penutupan do’a, perlu diingat bahwasanya dimushallah itu sudah siap jajan atau buah-buahan yang bergantungan dan pada waktu MAHALUL QIYAM semua melompat mengambil apa yang bergelantungan, dan tidak lepas dari itu orang-orang yang rumahnya dekat dengan mushallah bekerja sama membuat makanan atau oleh-oleh untuk dibawa pulang para jamaah tersebut.
Didesa kedungcangkring dalam hal memperingati maulid nabi Muhammad SAW mempunyai keunikan tersendiri, yaitu dengan membaca asrokol jowo yang dicuplik dari kitab – kitab barjanji, adapun kitab yang di baca yaitu kitab barjanji itu sendiri dan asrokol jawa dengan lagu-lagu kejawaan seperti nada-nada jawa tempo dahulu. Maulid nabi didesa ini pelaksanaanya itu jauh sebelum hari H atau tanggal hari kelahiran nabi melainkan mempunyai jarak sekitar 20 hari sebelum hari H tersebut sudah dimulai dan berlangsung sampai hari tersebut.
Seperti biasanya mereka masyarakat kedungcangkring tersebut melaksanakan maulid nabi asrokol jowo itu bukan serempak langsung semua mushallah yang ada didesa tersebut melainkan bergilir dari mushallah satu kemushallah yang lainya, mengingat didesa tersebut banyak mushallah, adapun jumlah mushallah tersebut sekitar 11 mushallah. Mengingat hal itu dalam penentuan mulainya maulid itu di hitung berdasarkan hari jarak permushallah seperti 3 hari sekali sampai terkadang mencapai pada 9 atau 10 kali acara maulidan dalam 1 tahun tersebut selama bulan maulud, awalnya acaranya ini dimulai dari mushallah-mushallah biasa saja namun pada waktu menuju puncak yaitu menuju hari tepatnya tanggal pada malam hari itu dilaksanakan dimushallah roudlotul muta’alimin dan kesokan harinya dalanjutkan maulid asrokol jowo dimasjid “AN-NUR”, hal ini berlangsung sejak dahulu sampai sekarang.
Dalam acara maulid tersebut biasanya kalau dimushallah itu dimulai ba’da isya sekitar jam 8 malam sampai jam 12 malam dimana dihadiri oleh orang-orang desa sendiri antara golongan tua dengan golongan muda, karna pada waktu “MAHALUL QIYAM” terdapat bacaan nada shalawatan gaya asrokol jawadimana disitu dibagi menjadi 3 atau 2 biasanya dibagi menjadi 3, dimulai dari golongan tua mdndendangkan lagu kemudian di jawab oleh 2 golngan antara golongan muda dan golongan campuran apabila dalam menjawab lagu tersebut tidak lancer maka di suruh membuat lagu hal itu dilakukan terus menerus sampai kira-kira 1 jam lebih berdiri kemudian duduk dan lalu penutupan do’a, perlu diingat bahwasanya dimushallah itu sudah siap jajan atau buah-buahan yang bergantungan dan pada waktu MAHALUL QIYAM semua melompat mengambil apa yang bergelantungan, dan tidak lepas dari itu orang-orang yang rumahnya dekat dengan mushallah bekerja sama membuat makanan atau oleh-oleh untuk dibawa pulang para jamaah tersebut.
- ASAL MULA BUDAYA MAULIDAN ASROKOL JOWO
Dahulu kala desa yang terkenal dengan
desa santri ini terdapat kyai yang amat di segani atau juga bisa di sebut bapak
dari kyai-kyai di desa tersebut. KH.Asfiya’ namanya, konon beliau merupakan
orang banyumas jawa tengah, kemudian beliau pindah ke desa mindi porong
sidoarjo di karenakan dia merupakan pasukan dari pangeran diponegoro, di mana
saat itu pasukan pangeran diponegoro mengalami kekalahan dari pertempuran
melawan belanda. Akibat dari pertempuran tersebut yang di teruskan oleh
pengejaran belanda terhadap pasukan diponegoro yang menyebar karna menyelamatkan
diri.
Atas
dasar tersebutlah budaya dari banyumas jawa tengah yang telah di ajarkan oleh
para wali dan pangeran diponegoro di kembangkan oleh Kh.Asfiya’ dengan budaya
maulidan asrokol jowo sampai sekarang ini, awal mulanya penanaman ini di mulai
dari majlis ta’limnya sendiri yang menjadi pendidikan masyarakat, karna
kabesaran jiwanya dalam membina desa dan umat maka apa yang di
ajarkan kepada masyarakat di terima dengan baik dan tertanam dalam hati
masyarakat seperti halnya budaya asrokol jowo yang tetap sampai saat ini.
2.
CIRI-CIRI BUDAYA MAULIDAN ASROKOL JOWO
- Pelaksaanya di mulai jauh hari sebuelum hari H sekitar 3 mingguan.
- Di laksanakan di mushallah secara berrgilir.
- Saat malam hari H di laksankan di mushallah sang pendiri.
- Pagi hari masjid desa.
- Waktu mulai sekitar jam 8 malam sampai jam 12 lebih.
- Bacaan yang di baca dibaiyah.
- Ada bait-bait lagu tentang asrokol jawanya.
3.
KAJIAN TEORI
Adapun
teori yang kami pakai adalah teori fungsionalisme struktural, di mana dalam
teori ini lebih menekankan pada keteraturan / order, mengabaikan konflik
dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep utamanya adalah fungsi,
disfungsi, fungsi laten, fumgsi manifest dan keseimbangan / equilibrium.
Masyarakat
menurut teori ini merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian /
elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan, perubahan yang
terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap yang lain. Asumsi
dasar adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial fungsional berkaitan
terhadap yang lainya, sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur tidak ada
atau hilang dengan sendirinya. Salah satu tokohnya adalah Robert K.Merton
berpendapat bahwa objek analisa sosiologi adalah fakta social seperti pranata
social, pola-pola institusional, proses social, organisasi kelompok,
pengendalian social, dll.
4.
ANALISIS
Budaya
maulidan asrokol jowo di desa ini sangat kental dan begitu menjiwai bagi
masyarakatdi desa tersebut. Di mana budaya ini dalam hal pelaksanaanya sudah di
lakukan jauh hari sebelum hari H atau tanggal di tetapkanya hari maulud nabi
dan hal ini telah di lakukan sudah berpuluh-puluhan tahun yang lalu, berawal
dari pelarian beberapa pasukan pangeran diponegoro yang mengunsi di daerah tersebut
dan menjadi bapak dari ulama’ di desa tersebut.
Berawal
dari kedatangan seorang pasukan yang mengunsi kedaerah tersebut yang juga
merupakan seorang ulama’ dan menetap di daerah tersebut, maka secara otomatis
budaya yang berasal dari daerahnya dulu yaitu banyumas di terapkan dan di
kembangkan di desa ini dan menghasilkan budaya yang dapat di sebut maulidan
asrokol jowo, hal inilah yang menjadi keunikan tersendiri bagi desa tersebut
dan juga sebagai peringatan atau penghormatan kepada nabi dan sebagai sarana
masyarakat mengingat bagaimana sosok ulam’-ulama’ yang mendahuluinya di desa
tersebut yang telah membimbing desa dengan baik dan juga sebagai sarana
masyarakat dalam hal berkumpul bersama mengikat rasa persatuan dan kesatuan
dalam desa yang terkenal dengan desa santri tersebut.
Mengingat
teori yang kami pakai adala teori fungsional structural oleh Robert
K.Merton, di mana dalam teori ini lebih menekankan pada keteraturan / order,
mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep utamanya
adalah fungsi, disfungsi, fungsi laten, fumgsi manifest dan keseimbangan /
equilibrium dan beranggapan bahwa sistem sosial yang terdiri atas bagian /
elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan, perubahan yang
terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap yang lain.
Mengingat
sejarah bahwa asal usul ad`nya budaya ini yang mempengarui seluruh buday
tersebut adalah berawal dari datangnya pasukan dari pangeran diponegoro, di
mana saat itu pasukan pangeran diponegoro mengalami kekalahan dari
pertempuran melawan belanda. Akibat dari pertempuran tersebut yang di teruskan
oleh pengejaran belanda terhadap pasukan diponegoro yang menyebar karna
menyelamatkan diri, adapun nama ulama’ tersebut yaitu KH.Asfiya’ bapak dari
kyai-kyai di desayang terkenal dengan desa santri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar