Kamis, 05 Desember 2013

Mengapa Banjarian Di kesiman

Penampilan Banjari Adik-Adik Kesiman
       Sebuah pertanyaan saat aku merenung tentang langkah apa yang di ambil, untuk kegiatan yang mempunyai dampak yang besar, walaupun itu hanya sebuah kesenian. Canda tawa si adik-adik kesiman di pagi hari yang begitu cerah dan berwajah kosong tak tahu apa itu arti penting tentang beragama “Masa Bodoh Apa Itu Agama” yang penting senang dan selalu senang menjadi anak tengah desa hutan yang jauh dari kampung di pinggir hutan, tak perduli meski KRISTENISASI dari para pendeta yang datang dari luar daerah kerap menghibur mereka, menina bobokan mereka, dan selalu berusaha menggambar di hati sanurbani mereka tentang Kristenisasi agar mereka berkeyakinan bahwa agama Kristen adalah agamaku dan islam bukan agamaku.
          Hal itu bisa saja terjadi, bayangkan saja jika realitanya kesiman merupakan warga kampung desa tengah hutan nan jauh, lingkungan pendidikan yang sangat rendah apalagi pendidikan agama islam, satu orang yang mengajar secara istiqomah adalah suatu perjuangan yang sangat besar, melihat orang tua yang notabene dengan pendidikan anak karena mereka selalu pergi kehutan bahkan sampai pucuk gunung untuk mencari rejeki demi keluarga tercinta, berangkat pagi pulang maghrib. Di tambah lagi budaya masyarakat desa abangan terbukti dari beberapa sesajen dan kesenian jaranan mereka “Turonggo Mudo” yang memerlukan sesaji sebelumnya untuk atraksi memasukan jin kedalam tubuh pemain. 
Mengapa Harus Banjari Di Kesiman !
Ust.Shobirin guru agama dari PP Al-Hamid
Setelah 4 hari hidup dengan masyarakat kami mulai memahami sedikit tentang kehidupan masyarakat dengan cara mengikuti mereka bekerja, sebatas mana pendidikan anak-anak mereka dari kegiatan bermain sampai bimbingan belajar tiap malam hari dan beberapa hal lainya yang sulit diceritakan secara ringkas. Namun, sore itu yang membuat aku berbungah-bungah ketika wajahku yang penasaran saat datangnya 2 orang layaknya ustad  berdiam di mushollah dengan wajah menunggu anak-anak yang sedang pergi dari permainanya. Sela beberapa menit kemudian adik-adik datang berpakaian alah busana jaman dulu berkerudung sambil membawa Jet Tempur hanya 4 orang anak. Sambil menunggu adik yang lainya datang aku mulai menyapa, bertanya, bercanda tentang siapa mereka, apa tujuanya, dan apa yang mereka alami selama ini menjadi guru ngaji di desa tengah hutan ini.
          Sedikit shock bukan main, mereka berasal dari kampung bawah, luar hutan sejauh 8 KM menuju dari tempat ini demi mengajar adik-adik kesiman, tidak ada kata mengeluh walaupun yang datang cuma 4 anak, setelah selesai mereka pulang. Itulah yang mereka lakukan setiap hari dan selama 2 bulan untuk kampung ini, mereka yang terhiraukan demi warga kampung, mengerti jika Kristenisasi sedang mengancam, sungguh sebuah perjuangan yang membuat aku kalah. Sejak saat itulah kami mulai akrab.
Mas hari minggu pagi biasanya adik-adik latihan “BANJARI” sampean ikut ya, kalau hari biasanya hanya mengaji di sini.
Tangguh yang selalu memotivasi adik-adik Kesiman
Sebuah jalan masih terbentang luas untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat yang bisa mengundang kegiatan lainya yang lebih bermanfaat dan lebih baik. SIAP . . .  ustad Iril N ustad birin,
            Tak lupa aku meminta bantuan kepada sang ketua Sri, sang patner Tangguh, dan saudariku Ruro, dwi. Sepakat dari beberapa kegiatan lainya. mari kita tingkatkan proses belajar mengaji di mushollah dengan guru yang datang dari PP.Al-Hamid bangon.
            Sebuah insting saat aku ingin belajar banjari di PP.Roudlotul Muta’alimin namun tidak pernah bisa walaupun sudah hampir 6 tahun lamanya. Latihan banjari adik-adik hanya bisa mereka lakukan setiap hari Minggu, kemudian mereka tambahi lagi hari Kamis sore. Namun adik-adik lambat dalam belajarnya, akhirnya alat apa saja yang bisa di buat latihan mari kita ambil. Adik-adik pun setelah belajar banjari minggu sore dari PP.Al-hamid. Tidak patas semangat walaupun hujan dan lengketnya tanah menghambat sepeda motor kami dari jarak 7 KM meter naik keatas gunung di dalam hutan, menyempatkan meminjam rebana dari dusun sebelah (meski rebana bukan untuk banjari) kami yakin kami bisa belajar dengan alat ini dengan lebih efisien, setiap hari kami berlatih, tak lupa kegiatan lainya untuk Pemberdayaan Masyarakat pun kami lalui melalui komando Sri, seperti Pemetaan, wawancara, PDKT, merumuskan pohon masalah dan harapan dalam FGD (Forum Group Discussion) yang panas dan berujung sebagai kemanisan. Sejak saat itulah KRISTENISASI mulai mengurangi kegiatanya kedaerah ini. entah kenapa, yang penting masyarakat melakukan kegiatanya yang cemerlang untuk membangkitkan kualitas belajar mereka.
Sri, Ruro dan dwi bertukar pikiran dalam FGD Akbar yang tengah panas
            Tepat di hari malam acara perpisahan sebuah Gotong Royong yang amat tinggi tak bisa kami kami lupakan, waktu inilah adik-adik membuktikan bahwa mereka mampu, seperti adik Risa yang bisa menjadi MC, penampilan bagus banjari adik-adik di depan orang tua serta para tokoh membuat masyarakat semangat membara untuk meningkatkan pendidikan mereka yang terus berlanjut sampai sekarang dengan tindakan yang tidak pernah habis sebelum kata sempurna muncul. WALAUPUN KATA SEMPURNA MENGEJAR ILMU PENGETAHUAN ITU TIDAK ADA.

Tidak ada komentar: