Penampilan Banjari Adik-Adik Kesiman |
Sebuah pertanyaan saat aku merenung
tentang langkah apa yang di ambil, untuk kegiatan yang mempunyai dampak yang
besar, walaupun itu hanya sebuah kesenian. Canda tawa si adik-adik kesiman di
pagi hari yang begitu cerah dan berwajah kosong tak tahu apa itu arti penting
tentang beragama “Masa Bodoh Apa Itu Agama” yang penting senang dan
selalu senang menjadi anak tengah desa hutan yang jauh dari kampung di pinggir
hutan, tak perduli meski KRISTENISASI dari para pendeta yang datang dari
luar daerah kerap menghibur mereka, menina bobokan mereka, dan selalu berusaha
menggambar di hati sanurbani mereka tentang Kristenisasi agar mereka
berkeyakinan bahwa agama Kristen adalah agamaku dan islam bukan agamaku.
Hal itu bisa saja terjadi, bayangkan
saja jika realitanya kesiman merupakan warga kampung desa tengah hutan nan
jauh, lingkungan pendidikan yang sangat rendah apalagi pendidikan agama islam,
satu orang yang mengajar secara istiqomah adalah suatu perjuangan yang sangat
besar, melihat orang tua yang notabene dengan pendidikan anak karena mereka
selalu pergi kehutan bahkan sampai pucuk gunung untuk mencari rejeki demi
keluarga tercinta, berangkat pagi pulang maghrib. Di tambah lagi budaya
masyarakat desa abangan terbukti dari beberapa sesajen dan kesenian jaranan
mereka “Turonggo Mudo” yang memerlukan sesaji sebelumnya untuk atraksi
memasukan jin kedalam tubuh pemain.
Mengapa Harus Banjari Di Kesiman !
Ust.Shobirin guru agama dari PP Al-Hamid |
Setelah 4 hari hidup dengan
masyarakat kami mulai memahami sedikit tentang kehidupan masyarakat dengan cara
mengikuti mereka bekerja, sebatas mana pendidikan anak-anak mereka dari
kegiatan bermain sampai bimbingan belajar tiap malam hari dan beberapa hal
lainya yang sulit diceritakan secara ringkas. Namun, sore itu yang membuat aku
berbungah-bungah ketika wajahku yang penasaran saat datangnya 2 orang layaknya
ustad berdiam di mushollah dengan wajah
menunggu anak-anak yang sedang pergi dari permainanya. Sela beberapa menit
kemudian adik-adik datang berpakaian alah busana jaman dulu berkerudung sambil
membawa Jet Tempur hanya 4 orang anak. Sambil menunggu adik yang lainya
datang aku mulai menyapa, bertanya, bercanda tentang siapa mereka, apa
tujuanya, dan apa yang mereka alami selama ini menjadi guru ngaji di desa
tengah hutan ini.
Sedikit shock bukan main, mereka
berasal dari kampung bawah, luar hutan sejauh 8 KM menuju dari tempat ini demi
mengajar adik-adik kesiman, tidak ada kata mengeluh walaupun yang datang cuma 4
anak, setelah selesai mereka pulang. Itulah yang mereka lakukan setiap hari dan
selama 2 bulan untuk kampung ini, mereka yang terhiraukan demi warga kampung,
mengerti jika Kristenisasi sedang mengancam, sungguh sebuah perjuangan
yang membuat aku kalah. Sejak saat itulah kami mulai akrab.
Mas
hari minggu pagi biasanya adik-adik latihan “BANJARI” sampean ikut ya, kalau
hari biasanya hanya mengaji di sini.
Tangguh yang selalu memotivasi adik-adik Kesiman |
Sebuah
jalan masih terbentang luas untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat yang bisa
mengundang kegiatan lainya yang lebih bermanfaat dan lebih baik. SIAP . .
. ustad Iril N ustad birin,
Tak lupa aku meminta bantuan kepada
sang ketua Sri, sang patner Tangguh, dan saudariku Ruro, dwi.
Sepakat dari beberapa kegiatan lainya. mari kita tingkatkan proses belajar
mengaji di mushollah dengan guru yang datang dari PP.Al-Hamid bangon.
Sebuah insting saat aku ingin
belajar banjari di PP.Roudlotul Muta’alimin namun tidak pernah bisa walaupun
sudah hampir 6 tahun lamanya. Latihan banjari adik-adik hanya bisa mereka
lakukan setiap hari Minggu, kemudian mereka tambahi lagi hari Kamis sore. Namun
adik-adik lambat dalam belajarnya, akhirnya alat apa saja yang bisa di buat
latihan mari kita ambil. Adik-adik pun setelah belajar banjari minggu sore dari
PP.Al-hamid. Tidak patas semangat walaupun hujan dan lengketnya tanah
menghambat sepeda motor kami dari jarak 7 KM meter naik keatas gunung di dalam
hutan, menyempatkan meminjam rebana dari dusun sebelah (meski rebana bukan
untuk banjari) kami yakin kami bisa belajar dengan alat ini dengan lebih
efisien, setiap hari kami berlatih, tak lupa kegiatan lainya untuk Pemberdayaan
Masyarakat pun kami lalui melalui komando Sri, seperti Pemetaan,
wawancara, PDKT, merumuskan pohon masalah dan harapan dalam FGD (Forum Group
Discussion) yang panas dan berujung sebagai kemanisan. Sejak saat itulah KRISTENISASI
mulai mengurangi kegiatanya kedaerah ini. entah kenapa, yang penting masyarakat
melakukan kegiatanya yang cemerlang untuk membangkitkan kualitas belajar
mereka.
Sri, Ruro dan dwi bertukar pikiran dalam FGD Akbar yang tengah panas |
Tepat di hari malam acara perpisahan
sebuah Gotong Royong yang amat tinggi tak bisa kami kami lupakan, waktu
inilah adik-adik membuktikan bahwa mereka mampu, seperti adik Risa yang bisa
menjadi MC, penampilan bagus banjari adik-adik di depan orang tua serta para
tokoh membuat masyarakat semangat membara untuk meningkatkan pendidikan mereka
yang terus berlanjut sampai sekarang dengan tindakan yang tidak pernah habis
sebelum kata sempurna muncul. WALAUPUN KATA SEMPURNA MENGEJAR ILMU PENGETAHUAN
ITU TIDAK ADA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar